TVTOGEL — Bank Indonesia (BI) menilai bahwa harga pembiayaan di Indonesia masih belum sepenuhnya transparan, sehingga menyebabkan variasi biaya yang cukup lebar antar lembaga keuangan. Kondisi ini berdampak pada tingginya biaya kredit yang harus ditanggung oleh pelaku usaha dan masyarakat.
Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Fitra Jusdiman, menjelaskan bahwa transparansi harga merupakan kunci dalam menciptakan sistem pembiayaan yang sehat dan efisien. Saat ini, menurutnya, masih banyak lembaga pembiayaan yang belum memiliki standar acuan yang sama dalam menentukan biaya pinjaman.
“Selama ini kita melihat harga pembiayaan di Indonesia masih kurang transparan. Karena tidak ada acuan yang seragam, biayanya bisa sangat bervariatif bahkan menjadi mahal untuk sebagian pelaku,” ujar Fitra dalam Taklimat Media Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (7/11/2025).
Kurangnya Standar Referensi Jadi Masalah Utama
Fitra menjelaskan, harga financing atau biaya pembiayaan mencakup seluruh biaya, bunga, serta beban lain yang muncul dalam proses kredit atau pendanaan aset. Dalam praktiknya, ketidakterbukaan informasi biaya membuat banyak nasabah tidak mengetahui komponen yang memengaruhi besaran bunga yang mereka tanggung.
Untuk mengatasi masalah tersebut, BI mendorong penerapan Overnight Index Swap (OIS) — instrumen keuangan yang berfungsi sebagai lindung nilai terhadap fluktuasi suku bunga. OIS akan menjadi referensi bersama antara pemberi pinjaman (lender) dan penerima pinjaman (borrower) dalam menentukan tingkat bunga yang lebih transparan dan adil.
“Dengan adanya acuan yang sama, baik lender maupun borrower bisa memiliki pemahaman yang sejajar terkait harga pembiayaan. Ini akan membantu menciptakan transparansi dan efisiensi biaya,” tambah Fitra.
Belajar dari Negara Lain
Menurut Fitra, penggunaan benchmark rate atau suku bunga acuan untuk meningkatkan transparansi sudah menjadi praktik umum di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Singapura, Jepang, dan Thailand.
Di negara-negara tersebut, sistem acuan bersama membuat proses pembiayaan menjadi lebih terbuka dan kompetitif. Nasabah dapat membandingkan penawaran dengan lebih objektif, sementara lembaga keuangan terdorong untuk menyesuaikan margin bunga secara rasional.
“Dengan referensi yang sama, tidak ada lagi perbedaan pandangan antara pihak pemberi dan penerima pinjaman. Harga pembiayaan menjadi lebih efisien, dan pada akhirnya akan menekan biaya ekonomi nasional,” tutup Fitra.
