Togel Online — Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mendesak Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia untuk segera turun tangan mengatasi polemik penolakan pembayaran tunai yang marak terjadi di berbagai gerai ritel. Fenomena ini, di mana banyak toko hanya menerima pembayaran nontunai seperti kartu atau QRIS, dinilai telah melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Pelanggaran Terhadap Undang-Undang Mata Uang
Saleh menegaskan bahwa praktik penolakan Rupiah tunai merupakan pelanggaran eksplisit terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Aturan tersebut secara tegas menyatakan bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah, kecuali terdapat keraguan atas keaslian uang tersebut.
“Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia harus bertindak tegas. Jangan lemah dalam menegakkan aturan, apalagi aturan ini sudah jelas di dalam undang-undang,” tegas Saleh. Menurutnya, pembiaran terhadap pelanggaran ini akan membawa dampak negatif yang luas terhadap kehidupan sosial, ekonomi, bahkan politik di Indonesia.
Kasus Viral dan Pengalaman Pribadi
Desakan ini semakin mengemuka setelah viralnya video seorang konsumen lanjut usia yang ditolak membayar tunai di sebuah toko roti di halte Transjakarta Monas. Dalam video tersebut, terlihat seorang pria memprotes kebijakan toko yang mengharuskan pembayaran via QRIS.
Saleh mengaku kerap mengalami perlakuan serupa. “Saya sendiri di beberapa restoran dan gerai sering ditolak ketika ingin membayar tunai. Alasannya, ada perintah dari atasan. Padahal, atasan mereka adalah warga negara biasa yang tidak berwenang membuat aturan yang mengikat warga negara lain,” ujarnya.
Ancaman terhadap Kedaulatan Hukum
Dia memperingatkan bahwa jika setiap orang atau pelaku usaha boleh membuat aturan sendiri semacam ini, maka akan terjadi kekacauan. “Wibawa negara sebagai negara hukum akan sangat dilemahkan,” tambah Saleh. Situasi ini dinilai bertentangan dengan prinsip negara hukum yang dianut Indonesia.
Mengabaikan Inklusivitas dan Hak Warga
Saleh juga menyoroti dampak sosial dari kebijakan cashless yang memaksa. Tidak semua lapisan masyarakat, terutama kelompok lanjut usia seperti nenek dalam video viral tersebut, melek atau memiliki akses terhadap teknologi digital.
“Kasihan, mereka seolah ditinggalkan zaman. Padahal menurut undang-undang, setiap orang wajib menerima pembayaran tunai. Penolakan hanya boleh dilakukan jika ada dugaan uang palsu, dan yang menduga harus membuktikannya,” jelasnya.
Peringatan dan Tindakan Tegas
Oleh karena itu, Saleh mendesak agar otoritas yang berwenang mengambil sikap tegas. Pihak-pihak yang memerintahkan penolakan pembayaran tunai harus dimintai pertanggungjawaban.
“Harus diminta keterangan dan pertanggungjawabannya. Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk dan ditiru oleh pelaku usaha lainnya. Gerai-gerai yang hanya menerima cashless sudah menjamur, dan seringkali orang tidak jadi berbelanja karena tidak membawa kartu atau akses digital,” pungkas Saleh, menekankan urgensi penegakan hukum untuk melindungi hak seluruh masyarakat.
